PENGORBANAN KELUARGA ELKANA & HANA

SURAT GEMBALA

Minggu, 13 JUNI 2021

PENGORBANAN KELUARGA ELKANA & HANA

(I SAMUEL 2:1-10)

 

Shalom, Keluarga Elkana dan Hana ini tinggal di Ramataim pegunungan Efraim (I Sam 1:1), tahukah kita bahwa pasangan ini memiliki arti nama yang sangat menarik, Elkana (bahasa Ibrani): אֱלְקָנָה; (bahasa Inggris): Elkanah): nama orang dari bahasa Ibrani, artinya: “Allah (=“El”) menciptakan“ atau “Allah bersemangat” (God is zealous; the zeal of God)  sedangkan Hana (bahasa Ibrani): חנה  Chana atau Ḥannah berarti  “elok” atau “menyenangkan”.  Pergumulan muncul dalam rumah tangga ini ketika Elkana menikahi Penina karena selama dengan Hana mereka tidak memiliki keturunan (I Sam 1:6). Tuhan menetapkan sistem keluarga monogami (I Tim 3:2,12, Tit 1:6), bukan poligami atau poliandri bagi kita. Ketika sebuah keluarga terjebak dalam situasi poligami atau poliandri, keluarga ini pasti akan mengalami banyak masalah serta tekanan yang bertubi-tubi sehingga tidak sedikit keluarga berantakan yang berujung pada perceraian dengan alasan “Habis Jodoh”. Itulah sebabnya nabi Maleakhi mengingatkan: “Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Sebab Aku membenci perceraian, Firman TUHAN, Allah Israel — juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, Firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat! (Mal. 2:15-16). Bersyukur kepada Tuhan, Hana menjadi pribadi yang luar biasa sehingga dapat memberkati suaminya dan akhirnya mereka bersama-sama memberikan korban yang terbaik kepada Tuhan. Paling tidak ada 3 pengorbanan keluarga Elkana dan Hana yang dapat kita teladani:

Pertama, Korban Puji-pujian (I Sam 2:1-10). Pertanyaan yang sangat mendasar adalah apakah yang melandasi nyanyian pujian Hana? Puji-pujian Hana adalah Hasil dari pengalaman hidup pribadi bersama Tuhan, bukan pengalaman orang lain. Dalam nyanyian pujian ini kita tahu siapakah Hana yang sebenarnya, bagaimana sikap hatinya dalam menghadapi masalah, tekanan psikologi dan ketidakadilan. Pujian Hana adalah ungkapan hati yang menang atas pergumulan: Semua karena Tuhan; Bersukaria-bersukacita (1). Fokus kepada karakter Tuhan; Kudus dan gunung batu yang teguh (2), Mahatahu (3), Mahakuasa (6-9) dan Mahaadil (10). Pergumulan: Dicaci maki (3), Mandul (5), Dihina (8), Sakit Hati; Hati Hana disakiti terus menerus setiap kali mempersembahkan korban di rumah Tuhan di Silo (I Sam 1:6-7) Tujuan disakiti: supaya gusar (6), Respon: menangis dan tidak mau makan (7).  Respon spiritual Hana yang luar biasa; Hana tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, bukan dengan cara tipu muslihat, provokatif, dan tidak menghasut suami atau merusak hubungannya dengan Penina dengan memperalat cintanya. Atau meminta suaminya memilih “mau dia atau saya…”. Bayangkan bagaimana akhirnya? Tetapi Hana berdoa kepada kepada Tuhan dengan segenap hati sambil menangis tersedu-sedu (10), Bernazar untuk kepentingan Tuhan (11) Mencurahkan isi hati kepada Tuhan (15) yang akhirnya menghasilkan perubahan hidup, Ia mau makan dan muka tidak muram lagi dan berkat yang luar biasa ia mengandung dan melahirkan anak (I Sam 1:20-21)

Kedua, Korban sembelihan dan Nazar (I Sam 1:21). Elkana, laki-laki itu, pergi dengan seisi rumahnya mempersembahkan korban sembelihan tahunan  dan korban nazarnya kepada TUHAN. Orang itu dari tahun ke tahun pergi meninggalkan kotanya untuk sujud menyembah dan mempersembahkan korban kepada TUHAN semesta alam di Silo (I Sam 1:3). Nazar adalah Ikatan Perjanjian dengan Tuhan.  Lalu bernazarlah  Yakub: “Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku  di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai sehingga aku selamat  kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku (Kej 28:20-21). Nazar Harus ditepati. Apabila seorang laki-laki bernazar atau bersumpah   kepada TUHAN, sehingga ia mengikat dirinya kepada suatu janji, maka janganlah ia melanggar perkataannya itu; haruslah ia berbuat tepat seperti yang diucapkannya (Bil 30:2). Mengapa Hana “Bernazar”? ia bukan hanya berdoa untuk kesusahan dan kebutuhan diri sendiri, ia juga memikirkan kebutuhan bangsa dan negara serta keluarga Allah. Karena pada waktu itu negara dalam kekacauan. Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri (Hak. 21:25). Ini adalah zaman Israel yang paling kacau, mencakup politik dan keyakinan. Hana tahu dalam zaman seperti ini yang paling dibutuhkan adalah memohon Tuhan untuk membangkitkan seorang hakim (orang nazar), maka Hana berdoa supaya melalui dia melahirkan seorang nazar.  Apa isi doa kita “selama ini”?

Ketiga, menyerahkan anak untuk Tuhan (I Sam 1:24-28). Setelah perempuan itu menyapih anaknya, dibawanyalah dia, dengan seekor lembu jantan yang berumur tiga tahun, satu efa tepung dan sebuyung anggur, lalu diantarkannya ke dalam rumah TUHAN di Silo. Waktu itu masih kecil betul kanak-kanak itu.  Setelah mereka menyembelih lembu, mereka mengantarkan kanak-kanak itu kepada Eli; lalu kata perempuan itu: “Mohon bicara tuanku, demi tuanku hidup, akulah perempuan yang dahulu berdiri di sini dekat tuanku untuk berdoa kepada TUHAN. Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka akupun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN.” Lalu sujudlah mereka di sana menyembah kepada TUHAN.  Alasan orang tua tidak mau menyerahkan anaknya untuk melayani TUHAN. Trauma: “SEHEBAT APAPUN PELAYANAN TIDAK ADA YANG BENAR” Fisik, Khotbah, Ekonomi, Keluarga, Hidup miskin, menderita. “KESET KAKI”. Terlepas dari kesulitan apapun yang dihadapi pelayan Tuhan, Pelayanan adalah suatu kebahagiaan.  “Barangsiapa melayani Aku , ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa”. Yoh 12:26

Selamat Hari Minggu, Selamat beribadah, Tuhan Yesus memberkati kita semua………!!

 

Oleh. Pdt. Paulus Timang, M.Th

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *