PELUANG KAUM PEREMPUAN DALAM PEMBERITAAN INJIL

SURAT GEMBALA

Minggu, 21 MEI 2023

PELUANG KAUM PEREMPUAN DALAM PEMBERITAAN INJIL

YOHANES 4:27-30, 39-42

4:27 Pada waktu itu datanglah b  murid-murid-Nya dan mereka heran, bahwa Ia sedang bercakap-cakap dengan seorang perempuan. Tetapi tidak seorangpun yang berkata: “Apa yang Engkau kehendaki ? Atau: Apa yang Engkau percakapkan dengan dia ?” 4:28 Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota dan berkata kepada orang-orang yang di situ: 4:29 “Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. c  Mungkinkah Dia Kristus d  itu?” 4:30 Maka merekapun pergi ke luar kota lalu datang kepada Yesus. 4:39 Dan banyak orang Samaria dari kota m  itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: “Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. n 4:40 Ketika orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus, mereka meminta kepada-Nya, supaya Ia tinggal pada mereka; dan Iapun tinggal di situ dua hari lamanya. 4:41 Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataan-Nya, 4:42 dan mereka berkata kepada perempuan itu: “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia

 

Shalom, Melalui Firman Tuhan yang telah kita baca diatas dapat diketahui bahwa Tuhan Yesus, mengasihi perempuan dengan berbagai latar belakang guna tujuan mulia untuk memberitakan Kasih Karunia yang menyelamatkan semua orang yang percaya. Tuhan Yesus tidak pernah melarang perempuan untuk melayani pekerjaan Tuhan (Luk 8:1-3). Dan ini sangat berbeda dengan pandangan dan pengajaran para Rabi di Jerusalem. Masa berganti masa dan ada kecenderungan di bawah pengajaran rabi untuk membuat kaum pria lebih unggul dan menyimpang dari maksud Kejadian 2:20. Joachim Jeremias dalam buku : “Jerusalem in the Time of Jesus“ menyampaikan sikap Bangsa Israel terhadap Perempuan, berikut beberapa kutipan; Perempuan tidak mengambil bagian dalam kehidupan kemasyarakatan dalam lingkungan Yudaisme, khususnya keluarga yang taat pada hukum Taurat.. Perempuan tidak diperhatikan di muka umum, tidak sopan bagi pria untuk berduaan dengan wanita atau melirik atau memberikan salam kepada istri orang lain. Tempat umum hanya cocok untuk kaum pria; rumah adalah tempat bagi kaum perempuan. Memiliki seorang istri sama dengan memiliki seorang budak yang dibeli dengan harga atau harta. Poligami diizinkan dan istri harus toleran terhadap gundik-gundik suaminya yang tinggal bersama dengan mereka dalam satu rumah. Hak untuk bercerai adalah milik suami. Istri adalah milik suami dan ia dapat dijual sebagai budak untuk membayar curiannya sebagai tebusan. Dalam bidang keagamaan, dalam ibadah, ia hanya pendengar; ia tidak berhak untuk bersaksi, karena dalam Kejadian 18:15 ia adalah seorang penipu — perempuan pada umumnya adalah penipu. Semboyan yang berlaku ialah, “Permpuan, budak, anak tidak tahu apa-apa”. Kelahiran seorang bayi perempuan disambut dengan dukacita; kelahiran seorang bayi laki-laki disambut dengan sukacita. Kesimpulan dari kedudukan perempuan dalam masyarakat pada masa itu ialah bahwa kedudukan pria lebih tinggi daripada perempuan; kaum perempuan tertutup dari dunia luar; perempuan tunduk kepada kekuasaan atau suami; dalam bidang keagamaan, perempuan lebih rendah daripada kaum pria. Paling tidak ada 4 Peluang bagi  Perempuan untuk memberitakan Injil:

Pertama, Jarang dicurigai dalam segala aktivitas (27). Pada waktu itu datanglah b  murid-murid-Nya dan mereka heran, bahwa Ia sedang bercakap-cakap dengan seorang perempuan. Tetapi tidak seorangpun yang berkata: “Apa yang Engkau kehendaki? Atau: Apa yang Engkau percakapkan dengan dia?”

Kedua, Memiliki koneksi dan komunitas yang luas (28). Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota dan berkata kepada orang-orang yang di situ: Ellen Gould White: “Ajarkanlah ini, Saudariku. Kamu memiliki banyak jalan yang terbuka di hadapanmu. Sapalah semua orang kapan pun kamu bisa, berikanlah setitik pengaruh yang dapat kamu berikan dengan semua hal yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk memperkenalkan ragi ke dalam makanan. Setiap pria dan wanita memiliki tugas yang harus dilakukan untuk Sang Tuan. Penyucian dan pengudusan pribadi bagi Allah akan tercapai, melalui metode-metode yang paling sederhana, lebih dari pertunjukkan yang paling menipu.”

Ketiga, Lebih banyak dan gampang berbicara daripada pria(29). “Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?“Sebuah penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Maryland menemukan kenyataan bahwa perempuan berbicara 3 kali lipat lebih banyak daripada laki-laki. Dalam satu hari, rata-rata perempuan mengeluarkan 13.000 sampai 20.000 kata sedangkan laki-laki hanya 7.000 kata.

Keempat, Tidak gengsi bersaksi tentang pengalaman hidup(39). 4:39 Dan banyak orang

Samaria dari kota  itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: “Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Gengsi adalah salah satu sifat buruk yang memang sulit sekali untuk ditangani. Kerap kali adanya rasa gengsi akan bisa menjadikan seseorang lebih sombong, arogan bahkan hingga tak disukai oleh banyak orang.  Gengsi juga bisa ada pada diri seseorang dan bisa saja terjadi karena dipengaruhi oleh sifat bawaan dari lahir akibat pola asuh orang tua atau memang disebabkan oleh lingkungan dimana ia berada sehari-hari. Memiliki rasa gengsi kerap dianggap sebagai bentuk meningkatkan harga diri serta status sosial. Jika kita berpikir gengsi bisa menaikkan harga diri, maka hal itu salah. Justru sikap itulah yang bisa membuat orang lain jadi tidak menghargai dirimu. Oleh karena itu, lebih baik memiliki sikap rendah hati, sehingga kita bisa bergaul dengan siapa saja demi Pembritaan Injil. Hidup dengan gengsi juga sangat merepotkan bahkan hingga merugikan diri sendiri dan orang lain.

Selamat hari Minggu, Selamat beribadah, Tuhan Yesus memberkati……Shalom……!!

 

Oleh : Pdt. Paulus Timang, M.Th.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *